Rakyat Merdeka

Rabu, 09 Maret 2011

Waspada, Siswa SMA Dihantui Aksi Penipuan Ijazah Paket C

Jakarta - (FP-RM) - Aksi penipuan dengan modus menawarkan menjadi peserta ujian Paket C marak di kawasan Jakarta Timur. Dalam setiap melancarkan aksinya, oknum guru Arena Siswa (Arsis), berinisial AM, 43 tahun itu mengaku bisa mengurus proses ijazah paket C. Tapi dengan persyaratan harus menyediakan uang administrasi Rp. 1.5 juta setiap lembar paketnya.

Mikhada salah seorang mantan siswi kelas 3 SMA Arena Siswa, di jalan Kramat Asem, Matraman Jakarta Timur terperdaya oleh ulah pelaku penipuan. Sejak bulan Pebruari 2010, anggaran Rp.1.5 juta berikut dana tambahan lainnya sehingga berjumlah Rp.1.7 juta, telah diberikan pihak keluarga korban. Tapi, janji tingallah janji. Karena hingga saat ini, ujian paket C yang dijanjikan oknum guru itu tak juga kunjung terealisasi. Padahal, penghasilan oknum guru tersebut hampir mencapai Rp.3 juta dalam setiap bulannya. Tapi ironisnya, ketika ditagih pihak keluarga korban, si pelaku selalu mengelak. "Jika bapak melaporkan permasalahan ini, baik ke Sudin Dikmen maupun pihak berwajib, justru saya tidak akan mau membayarnya. Jadi, tunggu saja hingga saya punya uang," ujar AM.

Sementara disisi lain si pelaku telah menerima gaji sertifikasi dari Dikmen puluhan juta rupiah. Tapi ironisnya AM tidak ada etiket baik untuk mengembalikan uang korban. Lantaran melihat gelagat yang tidak baik, terpaksa pihak keluarga korban mendatangi pihak - pihak yang terkait. Harapan melaporkan kejadian ini akan mendapatkan jalan keluar dari pihak Yayasan, tapi hal itu tak didapatkan. Bahkan, ada kesan mereka turut melindungi pelaku. Pasalnya, mereka juga hanya sekedar menebar janji kosong.

Selain dilaporkan ke pihak yayasan Arena Siswa, kasus ini juga diteruskan ke pihak Suku Dinas (Sudin), Dikmen Jakarta Timur. Mereka membenarkan jika oknum tersebut merupakan salah satu pengajar di yayasan itu. Sementara, lokasi sekolahan yang dikelola pihak yayasan dinilai tidak layak. Pasalnya, sekolahan tersebut dari mulai kelas I, II dan III, hanya memiliki sedikitnya 40 siswa. Disisi lain, kegiatan belajar mengajar di sekolah itu tidak berdasarkan kurikulum yang ada.

Pihak keluarga korban berharap, baik pihak yayasan maupun Sudin Dikmen bersedia membantu memberikan jalan keluar terkait permasalahan ini. Utamanya, agar oknum guru itu bersedia mengembalikan uang milik korban. "Sebagai seorang pendidik, semestinya mereka bisa dijadikan panutan. Masa' guru berkelakuan seperti itu. Uang sejumlah itu jelas sangat berarti bagi keluarga kami," keluh Maida Hutabarat orang tua korban.[bmb/hamdani FPRM]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar