Rakyat Merdeka

Selasa, 01 Maret 2011

Kinerja BPN Carut Marut Hektaran Tanah Warga Melayang ke Pengembang Bintaro Jaya

Jakarta (RM-FPRM) - Puluhan hektar tanah warga di kelurahan Parigi, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten melayang kepihak Yayasan Pemeliharaan Sekolah Jepang. Hal ini terjadi akibat ulah pihak Badan Pertanahan Nasional atas pengajuan PT.Jaya Real Property (JRP), dalam menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan No.4 sebagai miliknya.

Dalam kaitan ini masyarakat yang merasa dirugikan kerap menggelar aksi protes, termasuk melakukan gugatan terhadap PT.JRP Bintaro, sesuai hak kepemilikan yang didapatkan warga, berdasarkan SK.KINAK.LANDREFORM persil.D83.Blok Kemuning tgl.19 September 1963 No.52/A/VIII-50/1963. Yang mana, pemerintah melalui Agraria telah mendistribusikan tanah tersebut kepada masyarakat untuk lahan pertanian, yang hingga saat ini masih melakukan pembayaran pajak (PBB).

Sementara pihak pengembang PT.JRP, telah menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), No.4 atas nama PT.JRP dengan dasar sertifikat. Hal tersebut terjadi pengalihan hak kepada Yayasan Pemeliharaan Sekolah Jepang (The Japanase School Maintenance Foundation). Kinerja BPN dinilai tanpa teliti terhadap dasar-dasar kepemilikan tanah tersebut. Hingga kinerja dan pelayanan yang dilakukan instansi tersebut terkesan carut marut, sehingga tidak sedikit tanah warga yang melayang kepihak pengembang.

Menurut Edi, kordinator para penggarap lahan menjelaskan, telah berulang kali dirinya melakukan perlawanan terhadap pihak pengembang PT.JRP Bintaro, sekaligus membawa persoalan tesebut ke ranah hukum. Tapi terputus ditengah jalan, hal ini terjadi lantaran salah satu pengacara yang mendampingi masyarakat meninggal secara mendadak. Sehingga perjuangan yang telah kami lakukan menjadi tersendat-sendat.

Guna membantu kepentingan warga, kami telah melakukan hubungan keberbagai pihak. Yakni, mulai dari tingkat aparat desa, kecamatan, hingga tingkat kabupaten.

Sementara itu seluruh data surat menyurat yang berkaitan dengan tanah tersebut telah kami kumpulkan berdasarkan infomasi serta surat bukti yang ditunjukan oleh salah seorang penggarap (Sam). Bahwa, pihak PT.Perkebunan XI Tk.I Jawa Barat, sesuai dengan surat jawaban yang telah diterima pengacara kami pada saat itu surat no.XI.TA/SN/986/1991 tgl.3 Juni 1991. Telah menyatakan bahwa Sertfikat HGB No.4 bukan berasal dari tanah milik PT.Perkebunan XI. Untuk itu kami sangat berharap agar pihak Badan Pertanahan Nasional RI bertanggung jawab atas terbitnya sertifikat tersebut. Sekaligus menarik peredarannya sebagai pertanggung jawaban, selaku penerbit terhadap hak masyarakat.

Sudah tidak asing lagi, pasalnya persoalan ini telah berulang kali terjadi, utamanya di wilayah Kabupaten Tangerang. Hingga membuat kota Tangerang Selatan yang belum lama ini menggelar perhelatan besar Pilkada pun akhirnya bermasalah.

Ada apa, aparatur pemerintahan, mulai dari tingkat desa hingga Tingkat I Provinsi Banten, dalam menyikapi permasalahan ini terkesan tutup mata.

Warga berharap, agar wakil rakyat, baik DPRD Tangsel, wakil rakyat di provinsi dan Walikota terpilih di Tangsel nanti serta Gubernur Banten mau mendengar keluhan warga masyarakat.

Apapun alasannya kami akan segera membawa persoalan ini ke tingkat PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Karena, prosedur terbitnya sertifikat HGB No.4 dinilai cacat demi hukum.

Sementara, Suyatno pihak pengembang PT.JRP bagian Humas/Hukum, mengatakan, persoalan ini seyogyanya diteruskan saja ke pengadilan. Karena, apapun keputusan Pengadilan akan kita hormati bersama sama, jelasnya.
Kami selaku pihak Pengembang juga menunggu ketetapan hukum yang jelas, sebab informasi yang kami terima terjadi dualisme kepemilikan, lanjutnya. (Bun/soes).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar